Selasi Aktivis Perempuan Pimpin Aksi Tuntut Kejelasan Layanan Kesehatan Gratis
Freedompublic_JEMBER
Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Cinta Jember (AMCJ) menggelar aksi unjuk rasa di tiga titik strategis di Kabupaten Jember, menuntut kejelasan dan solusi terkait penghentian program Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) dan Surat Pernyataan Miskin (SPM). Aksi yang dimulai pukul 09.30 WIB ini dikoordinatori oleh Selasi Priatiningsih, S.Sos.,M.Pd, seorang aktivis perempuan yang vokal menyuarakan hak-hak masyarakat.
Aksi dimulai dari depan gedung DPRD Jember, di mana perwakilan aksi bertemu dengan anggota Komisi D untuk menyampaikan aspirasi mereka. Selanjutnya, massa bergerak menuju Kantor Dinas Kesehatan Jember. Sayangnya, mereka tidak berhasil bertemu dengan Kepala Dinas Kesehatan, dr. Hendro, dan hanya melakukan orasi di halaman kantor. Titik terakhir aksi adalah Kantor Pemerintah Kabupaten Jember, di mana massa ditemui oleh Kepala Satpol PP, Bambang.
Selasi Priatiningsih, S.Sos.,M.Pd, tampil sebagai salah satu orator utama dalam aksi tersebut, bersama dengan Kustiono Musri. Dengan lantang, Selasi menyampaikan kekecewaan masyarakat atas penghentian program JPK dan SPM melalui Surat Edaran (SE) dari Kepala Dinas Kesehatan. Padahal, menurutnya, program JPK diluncurkan berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup). “Jika memang dihentikan, seharusnya Perbup tersebut dicabut oleh Bupati, bukan melalui SE Kepala Dinas,” tegas Selasi.
Selasi menekankan bahwa masyarakat Jember, khususnya yang kurang mampu, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Ia menuntut adanya solusi yang tidak merugikan rakyat jika program JPK dan SPM dihentikan. “Program Jember Pasti Keren nyatanya tidak keren sama sekali. Justru menyengsarakan rakyat dan meninggalkan hutang sebesar 160 miliar,” ujarnya dengan nada kecewa.
Menurut Selasi, program JPK dan SPM yang digagas oleh Bupati Hendik sejak awal memang bermasalah karena tidak memiliki payung hukum yang kuat. Ia menyebutkan bahwa Perbup yang menjadi dasar program tersebut tidak mendapatkan rekomendasi dari Gubernur. “Akibat kebijakan tersebut, Bupati Hendik telah merugikan rakyat dengan meninggalkan hutang sebesar 160 miliar. Rakyatlah yang kini menanggung akibatnya dengan dihentikannya program JPK dan SPM secara tiba-tiba,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Selasi menjelaskan bahwa penghentian program JPK dan SPM per 30 Desember 2024 telah menyebabkan banyak warga miskin kesulitan mengakses layanan kesehatan gratis. Banyak keluhan dan kekecewaan yang ia terima dari masyarakat yang kini harus membayar untuk berobat. “Jika memang JPK dan SPM dihentikan karena hutang 160 miliar, seharusnya Bupati Hendik yang bertanggung jawab, bukan rakyat yang menjadi korban,” tegasnya.
Selasi juga menuntut agar penghentian program JPK dan SPM dilakukan secara prosedural, yaitu melalui pencabutan Perbup oleh Bupati, bukan hanya melalui SE Kepala Dinas Kesehatan. Ia juga mendesak pemerintah untuk menyiapkan solusi alternatif agar masyarakat miskin tetap dapat mengakses layanan kesehatan gratis.
Selasi juga menyoroti peran DPRD Jember dalam permasalahan ini. Ia mempertanyakan mengapa DPRD masih menganggarkan dana untuk JPK di tahun 2025 sebesar kurang lebih 32 miliar, padahal sudah jelas ada hutang sebesar 160 miliar. “Ada apa ini?” harusnya DPR sbg wakil rakyat bisa menjadi kontrol / pengawasan kinerja bupati klo gini namanya kebobolan, tanyanya retoris, menimbulkan kecurigaan adanya kejanggalan dalam pengelolaan anggaran.
Aksi yang dikoordinatori oleh Selasi Priatiningsih ini menunjukkan betapa kuatnya aspirasi masyarakat Jember untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan terjangkau. Tuntutan mereka jelas: tanggung jawab, solusi, dan keadilan bagi rakyat miskin. red